Sejarah Salib, Salib Merah, Bulan Sabit Merah lalu kenapa jadi Palang Merah?
SALIB MERAH SEBAGAI SIMBOLITAS TEMPLAR
Lambang salib merah dengan panjang silang yang sama yang sekarang dipakai lambang Gerakan di dunia internasional dan juga di Indonesia adalah lambang salibnya Ksatria Templar (Knights of Templar), yang menurut salah satu buku paling kontroversial pada abad 20 Holy Blood Holy Grail disebutkan, bahwa para Templar merupakan lambang dan perwujudan yang sempurna dari nilai-nilai agama Kristen.[7] Selain itu para Templar juga didefinisikan sebagai sosok pejuang yang memegang peranan terpenting dalam Perang Salib, dan lebih dari itu mereka dikenal sabagai Ksatria Kristus.[8]
Terlepas dari kontroversi di kalangan internal teolog Kristen atas misteri yang menyelimuti Ksatria itu, patut diingat bahwa pada tahun 1146 M, kelompok Templar memakai gambar salib merah yang terkenal, yaitu salib dengan panjang silang yang sama (salib pattee). Dengan salib pattee yang digambarkan pada pakaian mereka, para ksatria ini menemani Raja Louis VII dari Prancis pada saat Perang Salib. Pada saat inilah mereka menetapkan karir mereka untuk semangat berperang dengan sifat membabi buta yang menggila, serta kesombongan yang membahayakan.[9]
Opini publik telah menganggap bahwa bulan sabit (al-Hilaal) sebagai simbol Islam. Ia kerapkali dipertentangkan dengan lambang salib dalam Perang Salib (The Crusades). Bagi kaum Muslimin menghancurkan salib merupakan aksi simbolis untuk menunjukkan kekalahan Kristen dan kemenangan Islam. Saladin dipuji oleh Ibnu Jubayr dalam ode kemenangan dalam karyanya karena telah menghancurkan salib mereka dengan kekuatan militernya di Hittin. Ibn Abi Thayyi menceritakan tentang salib yang direbut di Hittin, “Saladin membawa pulang sebuah salib sebagai rampasan perang, yang berupa sepotong kayu berlapis emas dan dihiasi dengan batu-batu berharga, yang menurut mereka telah menjadi tempat penyaliban mereka. Salib berlapis emas yang ada di Kubah Batu tidak diturunkan dengan perlahan.” Ibnu Saddad menjelaskan bahwa salib itu dilemparkan ke tanah meski ukurannya sangat besar.
Setelah merebut Yerusalem, Saladin mengirim lambang-lambang kemenangan besarnya kepada khalifah di Baghdad. Lambang kemenangannya yang paling berharga adalah salib yang dipasang di puncak Kubah Batu di Yerusalem, “Salib yang terbuat dari tembaga dan dilapisi dengan emas itu dikubur di bawah gerbang Nubain (di Baghdad) dan selanjutnya diinjak-injak.”[1] (Carole Hillenbrand, 2005, terj.)
Menariknya, dalam bukunya yang mendapatkan penghargaan King Faesal itu, Hillenbrand memberikan catatan dari hasil penelitiannya yang cukup mengejutkan, bahwa di dalam retorika kaum Muslim ini, yang dijadikan pesaing salib Kristen adalah Alqur’an atau menara. Bukan bulan sabit, seperti yang terjadi kemudian. Meskipun pada awal abad kesebelas, ketika katedral Armenia Ani di timur Anatolia diubah menjadi sebuah masjid, salib di puncak kubahnya diturunkan dan diganti dengan bulan sabit perak.[2]
Sudut pandang historis di atas, sepertinya mengilhami Buku The Complete Dictionary of Symbols untuk menyebut bulan sabit sebagai a symbol of Islamic expansion[3] (Jack Tresidder, 2005). Tampaknya Buku itu merujuk kepada fakta sejarah dimana Islamic Empire Turki Ustmani melakukan perluasan wilayahnya ke Eropa dengan membawa bendera berlambangkan bulan sabit merah.
Kendati pun demikian, The Complete Dictionary of Symbols menyebutkan bahwa bulan sabit bukanlah monopoli simbol Islam. Pada tahun 341 SM, di Byzantium mata uang koin dicetak dengan lambang bulan sabit dan bintang.[4] Selain itu, dalam budaya Hindu dan Celtic, bulan sabit sebagai lambang yang akan mengubah kepada keabadian. Di Mesir, bulan sabit dan cakram melambangkan kesatuan ketuhanan (divine unity). Sementara dalam dewi-dewi Yunani dan Romawi, mengenakan lambang bulan sabit pada rambut mereka sebagai simbol keperawanan dan kelahiran. Demikian pula pada Maria Sang Perawan yang menggunakan lambang bulan sabit sebagai simbol kesucian.
Meski penelusuran akar historis The Complete Dictionary of Symbols di atas menunjukkan bahwa lambang bulan sabit itu bukan monopoli Islam, tetap saja statemen awal penjelasannya adalah, “Crescent, the emblem of Islam, signifying divine authority, increase, ressurection and, with a star, paradise. Karena itu, menurut al-Mausu’ah al-’Arabiyyah al-’Alamiyyah, pada era sekarang ini, bulan sabit telah menjelma menjadi syi’aar (simbol) umat Islam. Lantas al-Mausu’ah menjelaskan landasan syar’i (aspek dalil) bulan sabit (al-hilaal) sebagai simbol Islam, yaitu dengan merujuk kepada akar kata al-Ahillah, yakni bentuk plural daril al-hilaal dalam Surat Al-Baqarah ayat 189. Dengan bulan sabit itu, sambung al-Mausu’ah, waktu-waktu haji, puasa, membayar zakat dan kafarat dan bentuk ibadah lainnya dapat ditentukan. Dan inilah kenapa ayat itu menyebut kata al-Ahillah.[5]
[1] Carole Hillenbrand, The Crusade; Islamic Perspective, terj. Heryadi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), cet. Ke-1, h. 381-382
[2] Ibid, h. 385
[3] Jack Tresidder (General Editor), The Complete Dictionary of Syimbols, (San Francisco: Chronicle Books LLC, 2005), p. 127
[4] Ibid.
[5]al-Mausu’ah al-’Arabiyyah al-’Alamiyyah (Ensiklopedi Arab Internasional), (Riyadh: Muassasah A’maal al-mausu’ah, 1999), Jilid 26, cet. Ke-12, h. 113
[6] Jack Tresidder (General Editor), op. cit., p.130
[7] Henry Lincoln ect, Holy Blood Holy Grail,terj. Isma B. Koesalamwardi, (Jakarta: Ufuk Press, 2006), cet. Ke-1, h. 60
[8] Ibid., 55, 61
[9] Ibid., h. 63
MISTERI KEMUNCULAN KATA 'PALANG'
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia[1](KBBI) kata “ Palang” merupakan batang kayu batang kayu (bambu, besi, dsb) yg dipasang melintang pd jalan, pintu, dsb. Atau kata palang dalam kata kerja seperti memalang, memalangi, dan memalangkan yang bermakna kegiatan yang terkait dengan usaha menghalangi dengan sesuatu untuk menahan atau merintangi. Uniknya kata palang beririsan makna dengan frase kata salib[2], yaitu dua batang kayu yang bersilang; dan tanda silang. Sementara ketika ditransliterasikan kedalam bahasa Inggris, palang senada dengan bahasa inggris yaitu “Cross”. Cross sendiri diartikan sesuai dalam kamus bahasa inggris yang salah satu maknanya adalah salib. Transliterasi kata dalam bahasa Inggris yaitu “ Red Cross” menjadi dipertanyakan menjadi palang Merah, bukan Salib Merah. Lihat saja kata cross oneself artinya membuat tanda salib[3], sedangkan kata Palang bahasa Inggrisnya adalah bolt atau bar[4]. Atau kalau kita mau memaknai kata metal cross saja artinya adalah Salib Merah bukan Palang Logam[5]. Yang menjadi aneh lagi tentang pemaknaan kata Red Cross adalah kalau kita bentuk kata lain seperti master's cross bermakna salib berat[6] bukan palang yang berat.
Kerancuan tata bahasa telah masuk dalam penyerapan kata salib menjadi Palang, khususnya dengan lambang Red Cross। Bentuknya yang berupa salib seimbang atau tanda plus berwarna merah, dimaknai dengan kata palang bukan kata salib। Lihat saja kata Salib dalam KBBI [7] bermakna tanda silang seperti simbol red cross.
Sejarah lambang Red Cross sendiri merupakan symbol pasukan Knight of Templar dalam perang Salib (crusade) yang berlangsung dua abad[8]. Pasukan Templar merupakan unit khusus dalam kemiliteran Tentara Kristen yang menggunakan simbol Red Cross seperti saat ini. Pasukan itu terdiri dari sub unit Merpati dan Sub Elang. Bedanya adalah penggunaan warna dasar putih bagi Templar Sub unit elang yang terkenal kejam dan sadis, sedangkan Templar sub unit Merpati dengan warna dasar biru dikenal bersahabat dengan pihak muslim dan banyak menggunakan bahasa arab. Penggunaan kata salib sendiri dalam bahasa arab adalah sholiibun[9] (Cross), sedangkan Red Cross ditransliterasikan menjadi (sholiibul ahmar). Istilah kata Palang sendiri juga selaras dengan kata Sholib (bahasa Arab)[10].
Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari budaya keTimuran dengan menonjolkan sifat saling menghargai dan berusaha sebisa mungkin menghindari konflik atau kekerasan. Bisa jadi, karena pengaruh keTimuran kita, penggunaan kata Salib menjadi Palang adalah upaya penghalusan bahasa atau bisa jadi sebuah pelencengan makna awal agar masyarakat tidak terlalu peduli dengan pemakaian lambang salib hingga bernama palang. Namun sebuah penelaahan agar kita dapat merumuskan asal muasal kata hingga kita tidak terjebak dalam kerancuan, amatlah penting kita sikapi.
Terkadang lambang adalah simbol keyakinan, namun dengan usaha sosialisasi yang begitu deras maka orang menjadi salah kaprah, sebut saja misalkan ketika menyebut Palang mereka tidak sadar bahwa itu adalah Salib.
[1] http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
[2] http://kamus.kapanlagi.com/contain/SALIB , http://kamus.ugm.ac.id/english.php , http://vvv.sederet.com/translate.php , http://www.kamusonline.web.id/index.php , http://kamus.orisinil.com/indonesia-english/salib , http://kamus.kapanlagi.com/salib , http://kamus.landak.com/cari/salib , http://dictionary.web.id/
[3] http://kamus.ugm.ac.id/english.php
[4] http://kamus.kapanlagi.com/salib
[5] http://vvv.sederet.com/translate.php
[6] http://kamus.orisinil.com/indonesia-english/salib
[7] lihat no.1
[8] Carole Hillenbrand, The Crusade; Islamic Perspective, terj. Heryadi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), cet. Ke-1,
[9]http://kamus.javakedaton.com/index.php?message=palang&submit=_CARI&option=com_kamus&task=indonesia_arab&Itemid=29
[10] http://quran.javakedaton.com/?q=salib&submit=Submit
NASEHAT USTADZ
Menggunakan Simbol Agama Lain
Selasa, 21/04/2009 12:22 WIB Assalamualaikum1. Hukum mengunakan simbol bintang david atau yang menyerupainya, simbol satanik, simbol salib.
2. Hukum memproduksinya bagi muslim
3. Hukum memasarkannya bagi muslim
Terima kasih ustadz
Dennibtw
Jawaban
Waalaikumussalam Wr WbSaudara Denni yang dirahmati Allah swt
Hukum Menggunakan Simbol Salib dan Syiar Agama Lainnya
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda,’Barangsiapa meniru-niru suatu kaum maka dia termasuk dari mereka.” (HR. Abu Daud)
Al Munawi dan al Alqomiy mengatakan bahwa makna dari “barangsiapa meniru-niru suatu kaum” adalah orang yang secara lahiriyah mengenakan pakaian dengan pakaian mereka, menggunakan jalan hidup dan arahan mereka didalam berpakaian dan sebagian perbuatan lainnya.
Al Qori berkata bahwa maknanya adalah barangsiapa yang dirinya menyerupai orang-orang kafir didalam berpakaian dan sebagainya atau menyerupai orang-orang fasiq, fajir, ahli tashawwuf, orang-orang shaleh atau orang-orang baik.
Sedangkan makna “ia adalah termasuk dari mereka” adalah didalam dosa dan kebaikan, demikian menurut al Qori. Sedangkan menurut al Qomiy bahwa maknanya adalah barangsiapa yang meniru orang-orang shaleh maka ia akan mulia sebagaimana kemuliaan mereka dan barangsiapa yang meniru orang-orang fasiq maka ia tidaklah dimuliakan dan barangsiapa didalam dirinya terdapat tanda-tanda kemuliaan maka dia mulia walaupun kemuliaan itu belum terealisasi. (Aunul Ma’bud, juz XI hal 56)
Demikian halnya penggunaan simbol-simbol agama lain, seperti salib dan lain sebagainya adalah dilarang didalam agama karena termasuk didalam meniru-niru suatu kaum, sebagaimana hadits diatas.
Didalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah saw tidak meninggalkan di rumahnya sesuatu pun yang berbentuk salib kecuali dia akan mematahkannya.” (HR. Abu Daud)
Imam Asy Syaukani mengatakan bahwa makna “tidak meninggalkan di rumahnya sesuatu pun” mencakup didalamnya adalah segala sesuatu yang dikenakan, tertulis, dibentangkan, alat-alat dan lain sebagainya. (Nailul Author, juz II hal 102)
Tidak diperbolehkan baginya mengambil salib baik untuk digantungkan atau tidak digantungkan, dipasang atau tidak dipasang. Tidak diperbolehkan baginya menampakkan syiar itu dijalan-jalan kaum muslimin, tempat-tempat umum atau khusus dan tidak menempelkannya di bajunya, sebagaimana diriwayatkan dari adi bin Hatim berkata,”Aku mendatangi Nabi saw sementara di leherku terdapat salib dari emas. Maka beliau saw bersabda,’Buanglah berhala itu darimu.” (Al Mausu’ah al fiqhiyah juz II hal 4244)
Hukum Memproduksi dan Menjualnya
Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim memproduksi atau membuat sebuah salib (atau yang sejenisnya, pen) dan tidak boleh baginya memerintahkan orang lain membuatnya, maksudnya adalah membuat segala simbol yang menunjukkan bentuk-bentuk salib. (Al Mausu’ah al fiqhiyah juz II hal 4244)
Tidak sah menurut syariat jual beli salib dan tidak juga menyewakannya dan seandainya ia disewa untuk mebuatnya maka tidak dibenarkan bagi pembuatnya mengambil bayarannya karena hal itu menjadi tuntutan dari kaidah syariah yang sudah umum yaitu larangan memperjualbelikan barang-barang yang diharamkan, menyewakannya atau menyewa seseorang untuk membuatnya.
Al Qolyuni mengatakan bahwa tidak sah jual beli gambar-gambar (salib) dan salibnya walaupun terbuat dari emas, perak atau perhiasan.
Tidak diperbolehkan menjual kayu bagi orang yang mengetahui apabila kayu itu akan digunakan untuk membuat salib. Imam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seorang penjahit yang menjahitkan buat orang-orang Nasrani sutera yang diatasnya terdapat salib dari emas maka apakah ia berdosa dalam menjahitnya? Apakah penghasilannya halal? Dia menjawab,”Apabila dia membantu orang itu untuk maksiat terhadap Allah maka ia berdosa.” Kemudian dia melanjutkan,”tidak diperbolehkan membuat salib baik dengan mendapat bayaran atau tidak mendapatkan bayaran, tidak diperbolehkan menjual salib sebagaimana tidak diperbolehkan menjual berhala dan membuatnya.”
Sebagaimana terdapat didalam hadits shahih dari Nabi saw bersabda, ”Sesungguhnya Allah swt mengharamkan khamr, bangkai, babi dan berhala.” Dan juga terdapat didalam hadits lainnya,”dilaknatnya para pelukis.” (Al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 4248)
Wallahu A’lam
(lihat http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/hukum-menggunakan-simbol-agama-lain.htm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar