Januari 18, 2010
Juli 29, 2009
Militer dan BSMI berSINERGI
bersama Panglima Daerah Militer Jakarta Raya di Posko Medis BSMI(2007)
Bersama TNI AU tiba di Manokwari pasca gempa bumi di Papua Barat (2009)
BSMI bersama Prajurit TNI AD berkoordinasi dalam penyaluran bantuan bagi korban tsunami Aceh (Banda Aceh, 2005)
Kegiatan bersama Komando Distrik Militer 1612 Manggarai-Nusa Tenggara Timur (2007)
Bersama Marinir TNI di RS Lapangan BSMI menolong korban sipil konflik GAM dgn Pemerintah RI (2002)
Prajurit TNI membantu Tim medis BSMI
Koordinasi BSMI dgn Komando Distrik Militer (KODIM) 0809 di lokasi tenda pengungsi Banjir Baleendah bandang Bandung Selatan Jawa Barat (2008)
Bersama Prajurit TNI di Meulaboh setelah pendistribusian bantuan
Seremoni Pemberian Bantuan Kesehatan oleh BSMI cabang di daerah
Bersama TNI AU tiba di Manokwari pasca gempa bumi di Papua Barat (2009)
BSMI bersama Prajurit TNI AD berkoordinasi dalam penyaluran bantuan bagi korban tsunami Aceh (Banda Aceh, 2005)
Kegiatan bersama Komando Distrik Militer 1612 Manggarai-Nusa Tenggara Timur (2007)
Bersama Marinir TNI di RS Lapangan BSMI menolong korban sipil konflik GAM dgn Pemerintah RI (2002)
Prajurit TNI membantu Tim medis BSMI
Koordinasi BSMI dgn Komando Distrik Militer (KODIM) 0809 di lokasi tenda pengungsi Banjir Baleendah bandang Bandung Selatan Jawa Barat (2008)
Bersama Prajurit TNI di Meulaboh setelah pendistribusian bantuan
Seremoni Pemberian Bantuan Kesehatan oleh BSMI cabang di daerah
Agustus 6, 2009
Kebersamaan itu akan sirna
Fakta dilapangan bahwa Bulan Sabit Merah Indonesia dapat bermitra
dengan PMI, namun dengan adanya RUU Lambang Palang Merah maka
kebersamaan dalam aksi kemanusiaan akan sirna.
di Posko Pengungsi Bencana Tanah Longsor di Bale Endah Bandung 2008
Mencari jenazah korban Jatuhnya Pesawat di Medan 2007
Bantuan alat-alat kesehatan dari BSMI untuk korban gempa Nabire-2006 yg ditransitkan di PMI Cabang Nabire Irian Jaya (Papua) yg kemudian Relawan BSMI salurkan
di Posko Pengungsi Bencana Tanah Longsor di Bale Endah Bandung 2008
Mencari jenazah korban Jatuhnya Pesawat di Medan 2007
Bantuan alat-alat kesehatan dari BSMI untuk korban gempa Nabire-2006 yg ditransitkan di PMI Cabang Nabire Irian Jaya (Papua) yg kemudian Relawan BSMI salurkan
Mei 1, 2010
Sejarah Kedokteran Islam dari Masa ke Masa
Perkumpulan Kebajikan Umum Berdasarkan lslam
Pada masa Rasulullah saw telah berdiri perkumpulan perawat wanita bertugas menolong orang-orang yang terluka dan sakit dalam peperangan. Mereka megobati dan membebat, kemudian membawa korban perang itu ke kemah-kemah yang aman.inilah model “palang merah” yang ditiru oleh Henry Dunant yang penganut nashrani itu. Tentang perkumpulan ini, Ibnu Abbas ra berkata:
Pada masa pemerintahan Bani Umayah, Abasiyah Bani Salzuk, perkumpulan penolong ini dikembangkan dan akitifitas mereka dibiayai oleh pemerintah. Ketika berkecamuk perang salib antara umat Islam dengan pihak nashrani,tampak sekelompok muslimat yang berjilbab putih berlambangkan “Bulan Sabit “. Mereka dengan ikhlas mengobati orang-orang yang terluka dari pihak manapun. Bahkan raja Richard (penguasa lnggris) pun ketika terluka dan berbaring di kemahnya, ia ditolong oleh seorang tabib dari kelompok sukarelawan atas perintah sultan Salahudin Al Ayubi. Dalam keadaan damai, mereka menjadi penolong orang yang miskin, berdakwah, mengadakan tablig, membagikan sedekah, membantu mencarikan dana Baitulmal bagi daulah islam, mengurusi masalah kesehatan masyarakat, dan menggalakan kesehatan untuk masyarakat.
Lambang Bulan Sabit
Pada zaman Rasullulah Saw, setiap pasukan memiliki lambangnya sendiri. Nabi Saw mempunyai pasukan khusus dengan lambang bulan sabit. Menurut sejarawan, khalifah umar ibnu al khatab juga menggunakan lambang tersebut untuk penyebaran islam. Di duga, lambang tersebut merupakan “ siasat “ bagi penyebaran islam.
Lambang bulan sabit di gunakan pula sebagai bendera Bani Salzuk. Ia kemudian di gunakan oleh ke khilafan turki utsmani dengan bentuk bulan sabit putih dengan warna dasarnya merah. Kemudian harinya, lambang tersebut di pergunakan oleh semua negeri – negeri islam. Pada abad ke 6 hijriah, lambang ini banyak di pakai untuk menghias ujung tombak menara masjid, mulai dari persia sampai ke hampir ke seluruh dunia islam.
Apa arti lambang bulan sabit? ternyata ia mengandung pengertian yang dalam. Badan bulan berbentuk ( С ) artinya kuatkanlah asas (aqidah) dan siarkanlah islam ke arah kanan dan kiri. Maksudnya, siarkan ke seluruh dunia sehingga menyeluruh sebenarnya. Sampai sekarang pun negeri – negeri Islam, lambang perserikatan amal ke bajikan dan kesehatan dari pihak islam adalah “ Bulan Sabit Merah”. Lambang tersebut juga menjadi ciri khas bagi rumah sakit, balai pengobatan dan sarana kesehatan lainnya. Sedangkan lambang “ palang merah “ yang berasal dari keagamaan nasrani yang berupa “ salib suci merah”, maka di negeri – negeri islam lambang tersebut tidak boleh di pakai.
Pada masa Rasulullah saw telah berdiri perkumpulan perawat wanita bertugas menolong orang-orang yang terluka dan sakit dalam peperangan. Mereka megobati dan membebat, kemudian membawa korban perang itu ke kemah-kemah yang aman.inilah model “palang merah” yang ditiru oleh Henry Dunant yang penganut nashrani itu. Tentang perkumpulan ini, Ibnu Abbas ra berkata:
Pada masa pemerintahan Bani Umayah, Abasiyah Bani Salzuk, perkumpulan penolong ini dikembangkan dan akitifitas mereka dibiayai oleh pemerintah. Ketika berkecamuk perang salib antara umat Islam dengan pihak nashrani,tampak sekelompok muslimat yang berjilbab putih berlambangkan “Bulan Sabit “. Mereka dengan ikhlas mengobati orang-orang yang terluka dari pihak manapun. Bahkan raja Richard (penguasa lnggris) pun ketika terluka dan berbaring di kemahnya, ia ditolong oleh seorang tabib dari kelompok sukarelawan atas perintah sultan Salahudin Al Ayubi. Dalam keadaan damai, mereka menjadi penolong orang yang miskin, berdakwah, mengadakan tablig, membagikan sedekah, membantu mencarikan dana Baitulmal bagi daulah islam, mengurusi masalah kesehatan masyarakat, dan menggalakan kesehatan untuk masyarakat.
Lambang Bulan Sabit
Pada zaman Rasullulah Saw, setiap pasukan memiliki lambangnya sendiri. Nabi Saw mempunyai pasukan khusus dengan lambang bulan sabit. Menurut sejarawan, khalifah umar ibnu al khatab juga menggunakan lambang tersebut untuk penyebaran islam. Di duga, lambang tersebut merupakan “ siasat “ bagi penyebaran islam.
Lambang bulan sabit di gunakan pula sebagai bendera Bani Salzuk. Ia kemudian di gunakan oleh ke khilafan turki utsmani dengan bentuk bulan sabit putih dengan warna dasarnya merah. Kemudian harinya, lambang tersebut di pergunakan oleh semua negeri – negeri islam. Pada abad ke 6 hijriah, lambang ini banyak di pakai untuk menghias ujung tombak menara masjid, mulai dari persia sampai ke hampir ke seluruh dunia islam.
Apa arti lambang bulan sabit? ternyata ia mengandung pengertian yang dalam. Badan bulan berbentuk ( С ) artinya kuatkanlah asas (aqidah) dan siarkanlah islam ke arah kanan dan kiri. Maksudnya, siarkan ke seluruh dunia sehingga menyeluruh sebenarnya. Sampai sekarang pun negeri – negeri Islam, lambang perserikatan amal ke bajikan dan kesehatan dari pihak islam adalah “ Bulan Sabit Merah”. Lambang tersebut juga menjadi ciri khas bagi rumah sakit, balai pengobatan dan sarana kesehatan lainnya. Sedangkan lambang “ palang merah “ yang berasal dari keagamaan nasrani yang berupa “ salib suci merah”, maka di negeri – negeri islam lambang tersebut tidak boleh di pakai.
(dikutip dari buku Sejarah Kedokteran Islam dari Masa ke Masa,i hlm 157-159, Prakarsa Insan Mandiri-Bandung)
Januari 9, 2010
Forward Legal Formal dan Catatan Sejarah
- Mesir,Yunani, Persia, (Asal Usul Lambang)
- Lambang ‘Palang’ Mendunia (Perang Salib)
- Abad 19 – 20 berdiri ICRC, Perang Dunia I,II, Konvensi Jenewa, Lambang Bulan Sabit Merah lahir, (Legal Formal) – Kolonial membawa Lambang ‘Palang’ ke Hindia Belanda (Sejarah) – ada Laskar Kemerdekaan yg melawan Kolonial dgn Lambang ‘Palang” (Sejarah)
- NICA membebaskan tawanan Tentara Belanda dari Jepang dimana NICA mengaktifkan Organisasi Palang Merah (Sejarah)
- NICA Agresi I & II (Sejarah)
- 1958-1976, Demokrasi Terpimpin, Presiden mengeluarkan UU ikut Palang Merah, Indonesia terdaftar di ICRC, Darah dianggap masalah Kemanusiaan keluar Kepres Pengelolaan Darah dipegang PMI (Legal Formal)
- Protokol I,II,III Konvensi Jenewa dan Statuta Internasional (-2005)
- 1990-an-REFORMASI berdiri Organisasi Relawan berlambang Bulan Sabit Merah, Aksi Kemanusiaan Nasional dan Internasional, Mer-C,BSMI,BSMM, Hilal Ahmar,dll tersebar di penjuru Nusantara.
- 1999-2005 Kerusuhan Dalam Negeri, Ambon,Poso, Maluku, Tual,Galela, dll. Adakah Lambang Palang Merah dipakai sbg Ban Lengan Militer kala itu?
- 2000-2009 RUU Lambang Palang Merah: Tujuan:
– Ingin Meratifikasi Konvensi Jenewa
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah untuk Militer saat Perang/Konflik
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah ntuk Perhimpunan ‘Nasional’
– ‘Banyak’ Produk Pasar menggunakan Lambang Palang Merah
- Penyalahgunaan Lambang Palang Merah dan Lambang Lain selain Palang Merah dalam Konvensi Jenewa DIDENDA dan DIHUKUM PENJARA (Pasal 37) ” Konsekuensi Logis”: Ilegal Lambang Bulan Sabit Merah Haram Lambang Bulan Sabit Merah Delegitimasi Lambang Bulan Sabit Merah
- Bagaimana dengan Relawan Kemanusiaan yg meyakini dan tetap menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah ?
Pada tahun 2000, ketika memasuki Amandemen ke II UUD 1945, suatu daftar panjang HAM dimasukkan kedalam Konstitusi, yaitu pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian HAM tidak lagi semata-mata hak moral dan hak atas dasar UU. Tapi HAM sudah merupakan bagian dari hak-hak Konstitusional yang mesti di patuhi oleh pembuat UU (pemerintah dan DPR) dan jajaran aparat yudisial. Atau dalam UUD 1945 juga diatur hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (pasal 22, pasal 23, dan pasal 25), hak atas perkumpulan damai (pasal 24 (1)), hak atas kebebasan berserikat (pasal 24 (1) (2)), (pasal 28 F), hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (pasal 28 E (3)). International Convention on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHS) ) telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005. Oleh karena itu produk hukum internasional tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Dengan demikian, Negara yakni pemerintah terikat untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah KIHS. Pada sisi yang lain, setiap orang yang tinggal di wilayah dan yurisdiksi Indonesia berhak untuk memperoleh penghormatan dan perlindungan hak-hak asasinya, sebagaimana tertuang dalam KIHS. Penghormatan dan perlindungan ini wajib diberikan oleh Negara, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya. KIHS memuat 24 (dua puluh empat) hak-hak dasar. Pasal argumen kebebasan menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah:
1. Pasal 9 Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi.
2. Pasal 17 Hak atas kebebasan dan keleluasaan pribadi (privacy).
3. Pasal 18 Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
4. Pasal 19 Hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat.
5. Pasal 21 Hak atas perkumpulan damai.
6. Pasal 22 Hak atas kebebasan berserikat
UU HAM UU No.39 Tahun 1999 juga mengatur Kebebasan HAM di Indonesia.
- Mesir,Yunani, Persia, (Asal Usul Lambang)
- Lambang ‘Palang’ Mendunia (Perang Salib)
- Abad 19 – 20 berdiri ICRC, Perang Dunia I,II, Konvensi Jenewa, Lambang Bulan Sabit Merah lahir, (Legal Formal) – Kolonial membawa Lambang ‘Palang’ ke Hindia Belanda (Sejarah) – ada Laskar Kemerdekaan yg melawan Kolonial dgn Lambang ‘Palang” (Sejarah)
- NICA membebaskan tawanan Tentara Belanda dari Jepang dimana NICA mengaktifkan Organisasi Palang Merah (Sejarah)
- NICA Agresi I & II (Sejarah)
- 1958-1976, Demokrasi Terpimpin, Presiden mengeluarkan UU ikut Palang Merah, Indonesia terdaftar di ICRC, Darah dianggap masalah Kemanusiaan keluar Kepres Pengelolaan Darah dipegang PMI (Legal Formal)
- Protokol I,II,III Konvensi Jenewa dan Statuta Internasional (-2005)
- 1990-an-REFORMASI berdiri Organisasi Relawan berlambang Bulan Sabit Merah, Aksi Kemanusiaan Nasional dan Internasional, Mer-C,BSMI,BSMM, Hilal Ahmar,dll tersebar di penjuru Nusantara.
- 1999-2005 Kerusuhan Dalam Negeri, Ambon,Poso, Maluku, Tual,Galela, dll. Adakah Lambang Palang Merah dipakai sbg Ban Lengan Militer kala itu?
- 2000-2009 RUU Lambang Palang Merah: Tujuan:
– Ingin Meratifikasi Konvensi Jenewa
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah untuk Militer saat Perang/Konflik
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah ntuk Perhimpunan ‘Nasional’
– ‘Banyak’ Produk Pasar menggunakan Lambang Palang Merah
- Penyalahgunaan Lambang Palang Merah dan Lambang Lain selain Palang Merah dalam Konvensi Jenewa DIDENDA dan DIHUKUM PENJARA (Pasal 37) ” Konsekuensi Logis”: Ilegal Lambang Bulan Sabit Merah Haram Lambang Bulan Sabit Merah Delegitimasi Lambang Bulan Sabit Merah
- Bagaimana dengan Relawan Kemanusiaan yg meyakini dan tetap menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah ?
Pada tahun 2000, ketika memasuki Amandemen ke II UUD 1945, suatu daftar panjang HAM dimasukkan kedalam Konstitusi, yaitu pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian HAM tidak lagi semata-mata hak moral dan hak atas dasar UU. Tapi HAM sudah merupakan bagian dari hak-hak Konstitusional yang mesti di patuhi oleh pembuat UU (pemerintah dan DPR) dan jajaran aparat yudisial. Atau dalam UUD 1945 juga diatur hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (pasal 22, pasal 23, dan pasal 25), hak atas perkumpulan damai (pasal 24 (1)), hak atas kebebasan berserikat (pasal 24 (1) (2)), (pasal 28 F), hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (pasal 28 E (3)). International Convention on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHS) ) telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005. Oleh karena itu produk hukum internasional tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Dengan demikian, Negara yakni pemerintah terikat untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah KIHS. Pada sisi yang lain, setiap orang yang tinggal di wilayah dan yurisdiksi Indonesia berhak untuk memperoleh penghormatan dan perlindungan hak-hak asasinya, sebagaimana tertuang dalam KIHS. Penghormatan dan perlindungan ini wajib diberikan oleh Negara, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya. KIHS memuat 24 (dua puluh empat) hak-hak dasar. Pasal argumen kebebasan menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah:
1. Pasal 9 Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi.
2. Pasal 17 Hak atas kebebasan dan keleluasaan pribadi (privacy).
3. Pasal 18 Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
4. Pasal 19 Hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat.
5. Pasal 21 Hak atas perkumpulan damai.
6. Pasal 22 Hak atas kebebasan berserikat
UU HAM UU No.39 Tahun 1999 juga mengatur Kebebasan HAM di Indonesia.
- Mesir,Yunani, Persia, (Asal Usul Lambang)
- Lambang ‘Palang’ Mendunia (Perang Salib)
- Abad 19 – 20 berdiri ICRC, Perang Dunia I,II, Konvensi Jenewa, Lambang Bulan Sabit Merah lahir, (Legal Formal) – Kolonial membawa Lambang ‘Palang’ ke Hindia Belanda (Sejarah) – ada Laskar Kemerdekaan yg melawan Kolonial dgn Lambang ‘Palang” (Sejarah)
- NICA membebaskan tawanan Tentara Belanda dari Jepang dimana NICA mengaktifkan Organisasi Palang Merah (Sejarah)
- NICA Agresi I & II (Sejarah)
- 1958-1976, Demokrasi Terpimpin, Presiden mengeluarkan UU ikut Palang Merah, Indonesia terdaftar di ICRC, Darah dianggap masalah Kemanusiaan keluar Kepres Pengelolaan Darah dipegang PMI (Legal Formal)
- Protokol I,II,III Konvensi Jenewa dan Statuta Internasional (-2005)
- 1990-an-REFORMASI berdiri Organisasi Relawan berlambang Bulan Sabit Merah, Aksi Kemanusiaan Nasional dan Internasional, Mer-C,BSMI,BSMM, Hilal Ahmar,dll tersebar di penjuru Nusantara.
- 1999-2005 Kerusuhan Dalam Negeri, Ambon,Poso, Maluku, Tual,Galela, dll. Adakah Lambang Palang Merah dipakai sbg Ban Lengan Militer kala itu?
- 2000-2009 RUU Lambang Palang Merah: Tujuan:
– Ingin Meratifikasi Konvensi Jenewa
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah untuk Militer saat Perang/Konflik
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah ntuk Perhimpunan ‘Nasional’
– ‘Banyak’ Produk Pasar menggunakan Lambang Palang Merah
- Penyalahgunaan Lambang Palang Merah dan Lambang Lain selain Palang Merah dalam Konvensi Jenewa DIDENDA dan DIHUKUM PENJARA (Pasal 37) ” Konsekuensi Logis”: Ilegal Lambang Bulan Sabit Merah Haram Lambang Bulan Sabit Merah Delegitimasi Lambang Bulan Sabit Merah
- Bagaimana dengan Relawan Kemanusiaan yg meyakini dan tetap menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah ?
Pada tahun 2000, ketika memasuki Amandemen ke II UUD 1945, suatu daftar panjang HAM dimasukkan kedalam Konstitusi, yaitu pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian HAM tidak lagi semata-mata hak moral dan hak atas dasar UU. Tapi HAM sudah merupakan bagian dari hak-hak Konstitusional yang mesti di patuhi oleh pembuat UU (pemerintah dan DPR) dan jajaran aparat yudisial. Atau dalam UUD 1945 juga diatur hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (pasal 22, pasal 23, dan pasal 25), hak atas perkumpulan damai (pasal 24 (1)), hak atas kebebasan berserikat (pasal 24 (1) (2)), (pasal 28 F), hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (pasal 28 E (3)). International Convention on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHS) ) telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005. Oleh karena itu produk hukum internasional tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Dengan demikian, Negara yakni pemerintah terikat untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah KIHS. Pada sisi yang lain, setiap orang yang tinggal di wilayah dan yurisdiksi Indonesia berhak untuk memperoleh penghormatan dan perlindungan hak-hak asasinya, sebagaimana tertuang dalam KIHS. Penghormatan dan perlindungan ini wajib diberikan oleh Negara, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya. KIHS memuat 24 (dua puluh empat) hak-hak dasar. Pasal argumen kebebasan menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah:
1. Pasal 9 Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi.
2. Pasal 17 Hak atas kebebasan dan keleluasaan pribadi (privacy).
3. Pasal 18 Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
4. Pasal 19 Hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat.
5. Pasal 21 Hak atas perkumpulan damai.
6. Pasal 22 Hak atas kebebasan berserikat
UU HAM UU No.39 Tahun 1999 Pun juga mengatur Kebebasan HAM di Indonesia.
- Lambang ‘Palang’ Mendunia (Perang Salib)
- Abad 19 – 20 berdiri ICRC, Perang Dunia I,II, Konvensi Jenewa, Lambang Bulan Sabit Merah lahir, (Legal Formal) – Kolonial membawa Lambang ‘Palang’ ke Hindia Belanda (Sejarah) – ada Laskar Kemerdekaan yg melawan Kolonial dgn Lambang ‘Palang” (Sejarah)
- NICA membebaskan tawanan Tentara Belanda dari Jepang dimana NICA mengaktifkan Organisasi Palang Merah (Sejarah)
- NICA Agresi I & II (Sejarah)
- 1958-1976, Demokrasi Terpimpin, Presiden mengeluarkan UU ikut Palang Merah, Indonesia terdaftar di ICRC, Darah dianggap masalah Kemanusiaan keluar Kepres Pengelolaan Darah dipegang PMI (Legal Formal)
- Protokol I,II,III Konvensi Jenewa dan Statuta Internasional (-2005)
- 1990-an-REFORMASI berdiri Organisasi Relawan berlambang Bulan Sabit Merah, Aksi Kemanusiaan Nasional dan Internasional, Mer-C,BSMI,BSMM, Hilal Ahmar,dll tersebar di penjuru Nusantara.
- 1999-2005 Kerusuhan Dalam Negeri, Ambon,Poso, Maluku, Tual,Galela, dll. Adakah Lambang Palang Merah dipakai sbg Ban Lengan Militer kala itu?
- 2000-2009 RUU Lambang Palang Merah: Tujuan:
– Ingin Meratifikasi Konvensi Jenewa
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah untuk Militer saat Perang/Konflik
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah ntuk Perhimpunan ‘Nasional’
– ‘Banyak’ Produk Pasar menggunakan Lambang Palang Merah
- Penyalahgunaan Lambang Palang Merah dan Lambang Lain selain Palang Merah dalam Konvensi Jenewa DIDENDA dan DIHUKUM PENJARA (Pasal 37) ” Konsekuensi Logis”: Ilegal Lambang Bulan Sabit Merah Haram Lambang Bulan Sabit Merah Delegitimasi Lambang Bulan Sabit Merah
- Bagaimana dengan Relawan Kemanusiaan yg meyakini dan tetap menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah ?
Pada tahun 2000, ketika memasuki Amandemen ke II UUD 1945, suatu daftar panjang HAM dimasukkan kedalam Konstitusi, yaitu pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian HAM tidak lagi semata-mata hak moral dan hak atas dasar UU. Tapi HAM sudah merupakan bagian dari hak-hak Konstitusional yang mesti di patuhi oleh pembuat UU (pemerintah dan DPR) dan jajaran aparat yudisial. Atau dalam UUD 1945 juga diatur hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (pasal 22, pasal 23, dan pasal 25), hak atas perkumpulan damai (pasal 24 (1)), hak atas kebebasan berserikat (pasal 24 (1) (2)), (pasal 28 F), hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (pasal 28 E (3)). International Convention on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHS) ) telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005. Oleh karena itu produk hukum internasional tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Dengan demikian, Negara yakni pemerintah terikat untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah KIHS. Pada sisi yang lain, setiap orang yang tinggal di wilayah dan yurisdiksi Indonesia berhak untuk memperoleh penghormatan dan perlindungan hak-hak asasinya, sebagaimana tertuang dalam KIHS. Penghormatan dan perlindungan ini wajib diberikan oleh Negara, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya. KIHS memuat 24 (dua puluh empat) hak-hak dasar. Pasal argumen kebebasan menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah:
1. Pasal 9 Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi.
2. Pasal 17 Hak atas kebebasan dan keleluasaan pribadi (privacy).
3. Pasal 18 Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
4. Pasal 19 Hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat.
5. Pasal 21 Hak atas perkumpulan damai.
6. Pasal 22 Hak atas kebebasan berserikat
UU HAM UU No.39 Tahun 1999 juga mengatur Kebebasan HAM di Indonesia.
- Mesir,Yunani, Persia, (Asal Usul Lambang)
- Lambang ‘Palang’ Mendunia (Perang Salib)
- Abad 19 – 20 berdiri ICRC, Perang Dunia I,II, Konvensi Jenewa, Lambang Bulan Sabit Merah lahir, (Legal Formal) – Kolonial membawa Lambang ‘Palang’ ke Hindia Belanda (Sejarah) – ada Laskar Kemerdekaan yg melawan Kolonial dgn Lambang ‘Palang” (Sejarah)
- NICA membebaskan tawanan Tentara Belanda dari Jepang dimana NICA mengaktifkan Organisasi Palang Merah (Sejarah)
- NICA Agresi I & II (Sejarah)
- 1958-1976, Demokrasi Terpimpin, Presiden mengeluarkan UU ikut Palang Merah, Indonesia terdaftar di ICRC, Darah dianggap masalah Kemanusiaan keluar Kepres Pengelolaan Darah dipegang PMI (Legal Formal)
- Protokol I,II,III Konvensi Jenewa dan Statuta Internasional (-2005)
- 1990-an-REFORMASI berdiri Organisasi Relawan berlambang Bulan Sabit Merah, Aksi Kemanusiaan Nasional dan Internasional, Mer-C,BSMI,BSMM, Hilal Ahmar,dll tersebar di penjuru Nusantara.
- 1999-2005 Kerusuhan Dalam Negeri, Ambon,Poso, Maluku, Tual,Galela, dll. Adakah Lambang Palang Merah dipakai sbg Ban Lengan Militer kala itu?
- 2000-2009 RUU Lambang Palang Merah: Tujuan:
– Ingin Meratifikasi Konvensi Jenewa
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah untuk Militer saat Perang/Konflik
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah ntuk Perhimpunan ‘Nasional’
– ‘Banyak’ Produk Pasar menggunakan Lambang Palang Merah
- Penyalahgunaan Lambang Palang Merah dan Lambang Lain selain Palang Merah dalam Konvensi Jenewa DIDENDA dan DIHUKUM PENJARA (Pasal 37) ” Konsekuensi Logis”: Ilegal Lambang Bulan Sabit Merah Haram Lambang Bulan Sabit Merah Delegitimasi Lambang Bulan Sabit Merah
- Bagaimana dengan Relawan Kemanusiaan yg meyakini dan tetap menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah ?
Pada tahun 2000, ketika memasuki Amandemen ke II UUD 1945, suatu daftar panjang HAM dimasukkan kedalam Konstitusi, yaitu pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian HAM tidak lagi semata-mata hak moral dan hak atas dasar UU. Tapi HAM sudah merupakan bagian dari hak-hak Konstitusional yang mesti di patuhi oleh pembuat UU (pemerintah dan DPR) dan jajaran aparat yudisial. Atau dalam UUD 1945 juga diatur hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (pasal 22, pasal 23, dan pasal 25), hak atas perkumpulan damai (pasal 24 (1)), hak atas kebebasan berserikat (pasal 24 (1) (2)), (pasal 28 F), hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (pasal 28 E (3)). International Convention on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHS) ) telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005. Oleh karena itu produk hukum internasional tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Dengan demikian, Negara yakni pemerintah terikat untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah KIHS. Pada sisi yang lain, setiap orang yang tinggal di wilayah dan yurisdiksi Indonesia berhak untuk memperoleh penghormatan dan perlindungan hak-hak asasinya, sebagaimana tertuang dalam KIHS. Penghormatan dan perlindungan ini wajib diberikan oleh Negara, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya. KIHS memuat 24 (dua puluh empat) hak-hak dasar. Pasal argumen kebebasan menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah:
1. Pasal 9 Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi.
2. Pasal 17 Hak atas kebebasan dan keleluasaan pribadi (privacy).
3. Pasal 18 Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
4. Pasal 19 Hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat.
5. Pasal 21 Hak atas perkumpulan damai.
6. Pasal 22 Hak atas kebebasan berserikat
UU HAM UU No.39 Tahun 1999 juga mengatur Kebebasan HAM di Indonesia.
- Mesir,Yunani, Persia, (Asal Usul Lambang)
- Lambang ‘Palang’ Mendunia (Perang Salib)
- Abad 19 – 20 berdiri ICRC, Perang Dunia I,II, Konvensi Jenewa, Lambang Bulan Sabit Merah lahir, (Legal Formal) – Kolonial membawa Lambang ‘Palang’ ke Hindia Belanda (Sejarah) – ada Laskar Kemerdekaan yg melawan Kolonial dgn Lambang ‘Palang” (Sejarah)
- NICA membebaskan tawanan Tentara Belanda dari Jepang dimana NICA mengaktifkan Organisasi Palang Merah (Sejarah)
- NICA Agresi I & II (Sejarah)
- 1958-1976, Demokrasi Terpimpin, Presiden mengeluarkan UU ikut Palang Merah, Indonesia terdaftar di ICRC, Darah dianggap masalah Kemanusiaan keluar Kepres Pengelolaan Darah dipegang PMI (Legal Formal)
- Protokol I,II,III Konvensi Jenewa dan Statuta Internasional (-2005)
- 1990-an-REFORMASI berdiri Organisasi Relawan berlambang Bulan Sabit Merah, Aksi Kemanusiaan Nasional dan Internasional, Mer-C,BSMI,BSMM, Hilal Ahmar,dll tersebar di penjuru Nusantara.
- 1999-2005 Kerusuhan Dalam Negeri, Ambon,Poso, Maluku, Tual,Galela, dll. Adakah Lambang Palang Merah dipakai sbg Ban Lengan Militer kala itu?
- 2000-2009 RUU Lambang Palang Merah: Tujuan:
– Ingin Meratifikasi Konvensi Jenewa
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah untuk Militer saat Perang/Konflik
– Mengatur Penggunaan Lambang Palang Merah ntuk Perhimpunan ‘Nasional’
– ‘Banyak’ Produk Pasar menggunakan Lambang Palang Merah
- Penyalahgunaan Lambang Palang Merah dan Lambang Lain selain Palang Merah dalam Konvensi Jenewa DIDENDA dan DIHUKUM PENJARA (Pasal 37) ” Konsekuensi Logis”: Ilegal Lambang Bulan Sabit Merah Haram Lambang Bulan Sabit Merah Delegitimasi Lambang Bulan Sabit Merah
- Bagaimana dengan Relawan Kemanusiaan yg meyakini dan tetap menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah ?
Pada tahun 2000, ketika memasuki Amandemen ke II UUD 1945, suatu daftar panjang HAM dimasukkan kedalam Konstitusi, yaitu pasal 28 A sampai dengan pasal 28 J UUD 1945. Dengan demikian HAM tidak lagi semata-mata hak moral dan hak atas dasar UU. Tapi HAM sudah merupakan bagian dari hak-hak Konstitusional yang mesti di patuhi oleh pembuat UU (pemerintah dan DPR) dan jajaran aparat yudisial. Atau dalam UUD 1945 juga diatur hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (pasal 22, pasal 23, dan pasal 25), hak atas perkumpulan damai (pasal 24 (1)), hak atas kebebasan berserikat (pasal 24 (1) (2)), (pasal 28 F), hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (pasal 28 E (3)). International Convention on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHS) ) telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005. Oleh karena itu produk hukum internasional tersebut telah menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Dengan demikian, Negara yakni pemerintah terikat untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya di bawah KIHS. Pada sisi yang lain, setiap orang yang tinggal di wilayah dan yurisdiksi Indonesia berhak untuk memperoleh penghormatan dan perlindungan hak-hak asasinya, sebagaimana tertuang dalam KIHS. Penghormatan dan perlindungan ini wajib diberikan oleh Negara, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status kelahiran atau status lainnya. KIHS memuat 24 (dua puluh empat) hak-hak dasar. Pasal argumen kebebasan menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah:
1. Pasal 9 Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi.
2. Pasal 17 Hak atas kebebasan dan keleluasaan pribadi (privacy).
3. Pasal 18 Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
4. Pasal 19 Hak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat.
5. Pasal 21 Hak atas perkumpulan damai.
6. Pasal 22 Hak atas kebebasan berserikat
UU HAM UU No.39 Tahun 1999 Pun juga mengatur Kebebasan HAM di Indonesia.
Desember 18, 2009
Desember 12, 2009
Tahukah Anda…! ( Stop Arogansi/Monopoli RUU Lambang Palang Merah )
Tahukah
anda bahwa lambang Palang yang kita kenal sekarang adalah salah satu
bentuk Salib versi Yunani yg merupakan bentuk Penghukuman kepada
budak-budak di Yunani….
Tahukah anda bahwa lambang Palang merupakan simbol pasukan Knight of Templar dalam perang Salib (crusade) yang berlangsung dua abad yg merupakan bendera unit pasukan paling kejam yang tercatat dalam sejarah kelam dunia…
Tahukah anda bahwa lambang Palang merupakan simbol salib yg sudah memasyarakat di Negara-negara eropa pada Abad 19 yg mayoritas Kristen yg kemudian mereka bersepakat lambang Pelindung untuk kemanusiaan adalah Palang Merah (ICRC)…
Tahukah anda bahwa lambang Palang adalah warisan Penjajah Belanda selama ratusan tahun seperti warisan lainnya yaitu KUHP yg menghukum pencuri kelas teri lebih besar ukurannya daripada para Koruptor…
Tahukah Anda bahwa Lambang Palang kembali difungsikan pd tahun 1945 untuk membebaskan Tentara Penjajah Belanda dari Penjajah Jepang yg kemudian kembali Belanda melakukan Agresi Militer thd Republik Indonesia…
Tahukah anda bahwa lambang Palang yg ditetapkan pada UU No 59/1958, Perperti No 1/1962, Keppres RI No 25/1959 dan Keppres RI no 246/1963 terjadi pada saat Demokrasi Terpimpin dimana kekuasaan pada saat itu terjadi ‘Kediktatoran’…
Tahukah anda bahwa Lambang Palang Merah tidak pernah masuk wilayah-wilayah konflik seperti Ambon, Maluku, Tual, Galela pada saat Kerusuhan…
Tahukah anda bahwa PMI tidak pernah langsung mendatangi daerah-daerah konflik Internasional seperti Irak, Pakistan dan Libanon…
Tahukah anda bahwa lambang Palang yg kata Konvensi Jenewa sbg ‘penghormatan’ kpd Swiss namun Negara tersebut melarang Pembangunan Menara Masjid…
Tahukah Anda bahwa Lambang Palang yg akan diresmikan dlm RUU Lambang Palang Merah akan mengharamkan lambang Bulan Sabit Merah di Indonesia…
Tahukah anda bahwa hakikat organisasi Palang Merah Indonesia sebenarnya adalah juga Organisasi Non Pemerintah / LSM karena tidak disubsidi oleh APBN…
Tahukah Anda bahwa TNI Tidak mempermasalahkan kehadiran Bulan Sabit Merah Indonesia dan PMI, namun tiba-tiba diatas kepentingan TNI/Militer tiba-tiba Pendompleng RUU LPM menghendaki melarang organisasi-organisasi kemanusiaan yg berlambang Bulan Sabit Merah…
Tahukah Anda bahwa kepentingan asing baik ICRC/IFRC diduga berada dibalik hadirnya RUU Lambang Palang Merah…
Apakah kita memilih argumen sejarah bahwa Indonesia sudah ada lambang Palang Merah lantas melarang Lambang Bulan Sabit Merah…
Tahukah anda bahwa lambang Palang merupakan simbol pasukan Knight of Templar dalam perang Salib (crusade) yang berlangsung dua abad yg merupakan bendera unit pasukan paling kejam yang tercatat dalam sejarah kelam dunia…
Tahukah anda bahwa lambang Palang merupakan simbol salib yg sudah memasyarakat di Negara-negara eropa pada Abad 19 yg mayoritas Kristen yg kemudian mereka bersepakat lambang Pelindung untuk kemanusiaan adalah Palang Merah (ICRC)…
Tahukah anda bahwa lambang Palang adalah warisan Penjajah Belanda selama ratusan tahun seperti warisan lainnya yaitu KUHP yg menghukum pencuri kelas teri lebih besar ukurannya daripada para Koruptor…
Tahukah Anda bahwa Lambang Palang kembali difungsikan pd tahun 1945 untuk membebaskan Tentara Penjajah Belanda dari Penjajah Jepang yg kemudian kembali Belanda melakukan Agresi Militer thd Republik Indonesia…
Tahukah anda bahwa lambang Palang yg ditetapkan pada UU No 59/1958, Perperti No 1/1962, Keppres RI No 25/1959 dan Keppres RI no 246/1963 terjadi pada saat Demokrasi Terpimpin dimana kekuasaan pada saat itu terjadi ‘Kediktatoran’…
Tahukah anda bahwa Lambang Palang Merah tidak pernah masuk wilayah-wilayah konflik seperti Ambon, Maluku, Tual, Galela pada saat Kerusuhan…
Tahukah anda bahwa PMI tidak pernah langsung mendatangi daerah-daerah konflik Internasional seperti Irak, Pakistan dan Libanon…
Tahukah anda bahwa lambang Palang yg kata Konvensi Jenewa sbg ‘penghormatan’ kpd Swiss namun Negara tersebut melarang Pembangunan Menara Masjid…
Tahukah Anda bahwa Lambang Palang yg akan diresmikan dlm RUU Lambang Palang Merah akan mengharamkan lambang Bulan Sabit Merah di Indonesia…
Tahukah anda bahwa hakikat organisasi Palang Merah Indonesia sebenarnya adalah juga Organisasi Non Pemerintah / LSM karena tidak disubsidi oleh APBN…
Tahukah Anda bahwa TNI Tidak mempermasalahkan kehadiran Bulan Sabit Merah Indonesia dan PMI, namun tiba-tiba diatas kepentingan TNI/Militer tiba-tiba Pendompleng RUU LPM menghendaki melarang organisasi-organisasi kemanusiaan yg berlambang Bulan Sabit Merah…
Tahukah Anda bahwa kepentingan asing baik ICRC/IFRC diduga berada dibalik hadirnya RUU Lambang Palang Merah…
Apakah kita memilih argumen sejarah bahwa Indonesia sudah ada lambang Palang Merah lantas melarang Lambang Bulan Sabit Merah…
Desember 10, 2009
Memperingati Hari HAM Sedunia
Hak Asasi Manusia merupakan Hak Dasar yang wajib dipenuhi oleh setiap
negara-negara dibelahan benua manapun tidak terkecuali Indonesia. bahkan
Hak Asasi sudah dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945, seperti hak
kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia, maka oleh sebab
itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap yang menghendaki terlaksananya human values dalam arti pengakuan dignity of man and human rights serta human freedom, tiap-tiap orang diperlakukan secara pantas, tidak boleh disiksa dan dihukum secara ganas, dihina atau diperlakukan secara melampaui batas. Kemanusiaan mengakui seluruh manusia sama-sama mahluk Tuhan dan dengan demikian segala bangsa sama tinggi dan sama rendahnya dan ini berarti suatu pengakuan kemerdekaan bagi segala bangsa dengan menolak kolonialisme dan imperialisme.
Kemanusiaan juga berarti pengakuan manusia sebagai individu dan sebagai mahluk sosial. Sebagai individu ia mempunyai hak-hak asasi yang dapat dinikmati dan dipertahankannya terhadap gangguan yang datang baik dari pihak penguasa maupun dari individu lainnya. Sebagai makhluk sosial penggunaan hak-hak asasi itu tidak boleh melanggar hak-hak asasi orang lain, bahkan harus selalu berfungsi sosial dalam arti adanya keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan manusia.
Keberadaan suatu lembaga kemanusiaan menjadi suatu hal yang tak dapat ditawar-tawar lagi terutama dalam situasi konflik bersenjata atau sebuah wilayah yang rentan terhadap bencana yang sering melanda. Secara geologis saja, Indonesia selain kaya akan sumber daya alam dan manusia tapi juga kaya akan potensi kebencanaan. Sifat charitable masyarakat Indonesia secara antropologis dan sosiologis sangat lekat dengan budaya menolong, atau kedermawanan yang sangat tinggi dalam sendi kehidupan kebudayaannya. Bisa ditengok ketika bencana datang, warga berbondong-bondong turun kejalan membantu mengumpulkan bantuan, atau derasnya arus transfer rekening melalui TV ketika bencana disiarkan beritanya dibumbui paket penawaran donasi.
Memasyarakatnya lembaga kemanusiaan, lembaga sosial atau LSM-LSM yang bergerak dibidang pelayanan merupakan indikator civil society yang mewarnai kehidupan demokrasi Indonesia. Disaat kehidupan berbangsa maupun bernegara dipenuhi kedamaian dengan saling bahu-membahu sesama lembaga kemanusiaan atau LSM bermitra dengan Pemerintah mendukung program yang berusaha mensejahterakan warganya, Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) sebagai salah satu lembaga nasional kemanusiaan mendapat ujian akan dibredel karena menggunakan lambang yang bukan Palang Merah. Hal tersebut di manifestasikan dengan adanya RUU Lambang Palang Merah yang mengatur tentang penggunaan lambang kemanusiaan yang boleh dan yang tidak. Menjadi sebuah ironi, ketika ekspresi kemanusiaan dengan menggunakan lambang Bulan Sabit Merah sebagai bendera kemanusiaan akan dilarang, hanya dikarenakan harus satu lambang kemanusiaan yang diakui masyarakat internasional dalam satu negara sehingga praktis lambang lain dikatakan ilegal dan tidak boleh dipakai dalam negara tersebut.
Di era reformasi sekarang ini dimana kran kebebasan dibuka selebar-lebarnya, semangat monopolistik dan otoriterian masih merasuk dalam pandangan bahwa tidak boleh ada yang menggunakan lambang Bulan Sabit Merah. Bahkan dalam aktivitas kemanusiaan BSMI tidak diperkenankan menggunakan panji kemanusiaan yang diusung BSMI. Semuanya bersumber dari RUU Lambang Palang Merah yang diusulkan Pemerintah dan kelompok tertentu. Memperingati hari HAM sedunia tanggal 10 Desember, maka dapat diambil hikmah bahwa pelanggaran terhadap HAM masih ada dan menyentuh konteks kemanusiaan seakan-akan kita dikembalikan kepada semangat asas tunggal di era Orde Baru persoalan lambang kemanusiaan pun bisa dicampuri dan dipaksakan oleh Pemerintah.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap yang menghendaki terlaksananya human values dalam arti pengakuan dignity of man and human rights serta human freedom, tiap-tiap orang diperlakukan secara pantas, tidak boleh disiksa dan dihukum secara ganas, dihina atau diperlakukan secara melampaui batas. Kemanusiaan mengakui seluruh manusia sama-sama mahluk Tuhan dan dengan demikian segala bangsa sama tinggi dan sama rendahnya dan ini berarti suatu pengakuan kemerdekaan bagi segala bangsa dengan menolak kolonialisme dan imperialisme.
Kemanusiaan juga berarti pengakuan manusia sebagai individu dan sebagai mahluk sosial. Sebagai individu ia mempunyai hak-hak asasi yang dapat dinikmati dan dipertahankannya terhadap gangguan yang datang baik dari pihak penguasa maupun dari individu lainnya. Sebagai makhluk sosial penggunaan hak-hak asasi itu tidak boleh melanggar hak-hak asasi orang lain, bahkan harus selalu berfungsi sosial dalam arti adanya keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan manusia.
Keberadaan suatu lembaga kemanusiaan menjadi suatu hal yang tak dapat ditawar-tawar lagi terutama dalam situasi konflik bersenjata atau sebuah wilayah yang rentan terhadap bencana yang sering melanda. Secara geologis saja, Indonesia selain kaya akan sumber daya alam dan manusia tapi juga kaya akan potensi kebencanaan. Sifat charitable masyarakat Indonesia secara antropologis dan sosiologis sangat lekat dengan budaya menolong, atau kedermawanan yang sangat tinggi dalam sendi kehidupan kebudayaannya. Bisa ditengok ketika bencana datang, warga berbondong-bondong turun kejalan membantu mengumpulkan bantuan, atau derasnya arus transfer rekening melalui TV ketika bencana disiarkan beritanya dibumbui paket penawaran donasi.
Memasyarakatnya lembaga kemanusiaan, lembaga sosial atau LSM-LSM yang bergerak dibidang pelayanan merupakan indikator civil society yang mewarnai kehidupan demokrasi Indonesia. Disaat kehidupan berbangsa maupun bernegara dipenuhi kedamaian dengan saling bahu-membahu sesama lembaga kemanusiaan atau LSM bermitra dengan Pemerintah mendukung program yang berusaha mensejahterakan warganya, Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) sebagai salah satu lembaga nasional kemanusiaan mendapat ujian akan dibredel karena menggunakan lambang yang bukan Palang Merah. Hal tersebut di manifestasikan dengan adanya RUU Lambang Palang Merah yang mengatur tentang penggunaan lambang kemanusiaan yang boleh dan yang tidak. Menjadi sebuah ironi, ketika ekspresi kemanusiaan dengan menggunakan lambang Bulan Sabit Merah sebagai bendera kemanusiaan akan dilarang, hanya dikarenakan harus satu lambang kemanusiaan yang diakui masyarakat internasional dalam satu negara sehingga praktis lambang lain dikatakan ilegal dan tidak boleh dipakai dalam negara tersebut.
Di era reformasi sekarang ini dimana kran kebebasan dibuka selebar-lebarnya, semangat monopolistik dan otoriterian masih merasuk dalam pandangan bahwa tidak boleh ada yang menggunakan lambang Bulan Sabit Merah. Bahkan dalam aktivitas kemanusiaan BSMI tidak diperkenankan menggunakan panji kemanusiaan yang diusung BSMI. Semuanya bersumber dari RUU Lambang Palang Merah yang diusulkan Pemerintah dan kelompok tertentu. Memperingati hari HAM sedunia tanggal 10 Desember, maka dapat diambil hikmah bahwa pelanggaran terhadap HAM masih ada dan menyentuh konteks kemanusiaan seakan-akan kita dikembalikan kepada semangat asas tunggal di era Orde Baru persoalan lambang kemanusiaan pun bisa dicampuri dan dipaksakan oleh Pemerintah.
Desember 9, 2009
Antara Hukum Formal dan Keadilan
(refleksi ironi atas munculnya kembali RUU Lambang Palang Merah dalam Prolegnas 2010-2014)
“ Hukum memang perlu ditegakkan tapi rasa keadilan masyarakat juga tidak dapat dinafikan “, begitu kata Presiden SBY saat menjelaskan kasus Bibit-Chandra setelah rekomendasi TPF diterima dan disikapi setelah satu pekan ditimbang masak-masak. Pidato tersebut mensiratkan bahwa dinamika yang terjadi dimasyarakat memberi andil besar terhadap supremasi hukum yang terjadi harus berjalan dengan penegakan hukum yang berkeadilan (law enforcement by justice). Keadilan bersumber dari pemenuhan jawaban atas pertanyaan nurani masyarakat, sudahkah selaras dengan azas kesetaraan (equality) dan complemented dengan fakta yang terjadi. Begitu pula Kasus Prita Mulyasari yang menyakiti keadilan masyarakat. Sebuah Email yang tersebar atas ketidakpuasan layanan RS Omni Internasional, Palu Godam Hukum memvonis Prita harus membayar 250 juta. Kontan masyarakat menggalang bantuan dengan koin sebagai bentuk perlawanan untuk Hukum yang tidak bernurani.
Bagi para penyokong RUU Lambang Palang Merah, mereka berdalih atas dasar Hukum formal. Berdasar Ratifikasi Konvensi Jenewa pada protokol III, ditambah Produk hukum ratifikasi lambang Palang Merah pada tahun 1960, dengan serta merta klaim bahwa satu negara satu lambang menjadi ikon untuk meng-ilegalkan (baca: mengharamkan) lambang Bulan Sabit Merah yang sudah eksis di Indonesia. Walau masih dapat diperdebatkan argumentasi legal formal diatas namun yang menjadi kunci adalah bahwa RUU Lambang Palang Merah mengusik rasa keadilan masyarakat yang merasakan terlibat atas eksistensi organisasi-organisasi yang menggunakan lambang Bulan Sabit Merah di Indonesia. Dua stakeholder dalam kelompok kepentingan atas lembaga yang menggunakan bendera Bulan Sabit Merah, pertama adalah Kelompok Recipient dan yang kedua adalah Kelompok Actor.
Kelompok Recipient merupakan penerima kemanfaatan atas eksistensi organisasi-organisasi berlambang Bulan Sabit Merah. Sebutlah Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) yang ‘baru’ berdiri pada tahun 2002 pasca reformasi sudah melanglang buana dalam misi kemanusiaan diberbagai negara seperti Irak, Libanon, Pakistan dan Palestina. Yang menjadi kunci adalah bila kata Indonesia disematkan dalam nama organisasi Bulan Sabit Merah menjadi Bulan Sabit Merah Indonesia hal ini berimplikasi membawa nama harum bangsa dan negara Indonesia plus bendera merah putih disandingkan pada dada kiri dan dan dada kanan setiap Relawan BSMI, ini meningkatkan pamor Indonesia di level internasional. Sebagai perwujudan civil society dimana BSMI merupakan NGO (Non Government Organization) atau yang akrab disebut LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) bila berlabuh di negara-negara konflik ataupun bencana, BSMI lepas dari sekat-sekat birokrasi layaknya Pemerintah yang lebih ‘lamban’ dalam sebuah action. Contoh riil, Jika Relawan BSMI berangkat ke Luar Negeri tidak terhambat dengan masalah ‘pendanaan’ karena mulai dari pemberangkatan hingga selama aksi dilapangan, diumumkan penggalangan donasi secara luas kepada masyarakat. Apa kata dunia bila ternyata terjadi pembredelan BSMI hanya karena lambangnya dianggap tidak sesuai peraturan ‘negara’.
Recipient didalam negeri dimana masyarakat luas mengenal BSMI dalam tiap aksi bencana dalam negeri maupun aksi sosial kesehatan tidak dapat dibantahkan lagi. Simbol-simbol Bulan Sabit Merah menancap permanen seperti RSU Bulan Sabit Merah Indonesia di Banda Aceh dan Pusat Pelayanan Kesehatan dan Rehabilitasi di Klaten-Yogyakarta pasca bencana gempa bumi/tsunami. Satu hal yang penting bahwa layanan BSMI bersifat universal, tidak membedakan suku, agama, kelompok dan ras dalam misi kemanusiaannya. Tidak ada dalam kamus bahwa Relawan BSMI ‘mesti’ berjilbab, apalagi tuduhan bahwa BSMI terkait dengan Parpol tertentu. Prinsip Kenetralan dan Kesemestaan menjadi batu pijakan BSMI. Bagi penerima layanan BSMI yang mengenal BSMI dengan baik bahkan masyarakat luas sekali pun dengan logika sederhana dapat berkata “kenapa mesti dilarang”. Sebuah lembaga dengan nama Bulan Sabit Merah Indonesia yang sudah berkiprah dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat menghadapi kenyataan bahwa BSMI dilarang karena ‘menggunakan’ lambang Bulan Sabit Merah. Ini sangat mengusik keadilan masyarakat. Akankah peraturan perundangan diketuk untuk melarang penggunaaan lambang Bulan Sabit Merah tetap dibiarkan, ini membuat publik menyayangkan hal tersebut.
Para pegiat kemanusiaan khususnya relawan-relawan yang menggunakan simbol-simbol Bulan Sabit Merah menganggap bahwa pelarangan penggunaaan lambang Bulan Sabit Merah tidak sesuai dengan azas keadilan, dimana ekspresi kemanusiaan dikekang ‘hanya’ karena sebuah RUU. Menjadi dilema ketika Pemerintah RI telah mengakomodasi lambang Palang Merah namun tingkatan formalitas hukumnya baru sampai level Keputusan Presiden yaitu Keppres No 25 tahun 1950 dan Keppres No 246 tahun 1963. Dan ‘ketiwasan’ Indonesia mendaftarkan sebagai anggota Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada Tahun 1950.
Yang menjadi fokus ketika Indonesia telah menetapkan Palang Merah sebagai Tanda Pengenal ‘resmi’ Negara, dan menjamurnya lembaga kemanusiaan dengan lambang Bulan Sabit Merah setelah era 90-an yang sejalan dengan hidupnya lembaga kemanusiaan berasaskan keagamaan serta pasca reformasi, maka stuasi yang terjadi adalah keadilan masyarakat yang berhadapan dengan formalitas hukum. Latar belakang pengajuan awal RUU LPM menghendaki bahwa Tentara/militer memerlukan payung hukum untuk melindungi dari serangan musuh pada saat perang atau dizona konflik. Pertanyaannya adalah apakah dibutuhkah produk hukum jika Tentara/militer Indonesia melaksanakan misi perdamaian jika di luar negeri atau dibawah payung PBB, yang justeru tentara kita menggunakan atribut PBB seperti huruf kapital ‘ UN ‘. Atau jika diwilayah konflik agama di Indonesia, apakah memang diperlukan logo ‘Palang’ sementara masyarakat Indonesia sudah mengenal seragam militer/tentara dengan lorengnya berwarna hijau atau tentara dengan senapan laras panjangnya dengan baret di kepalanya. Mengusik tentara berarti cari mati, sudah cukupkah tentara dengan atributnya untuk melindungi diri dari ‘musuh’ ataukah membutuhkan lambang Palang Merah.
Fakta pada waktu kerusuhan Ambon, Tual, Galela dan beberapa daerah Kerusuhan di tahun 1999 dan 2001 justeru relawan yang berlambang Bulan Sabit Merah-lah yang hadir dalam misi kemanusiaan disana. Atau misi kemanusiaan tentara kita di daerah konflik di Timur Indonesia seperti Papua perlukah lambang Palang Merah disematkan untuk ‘melindungi diri’ dari kelompok bersenjata yang anti Indonesia disana. Mari kita ambil kesimpulan masing-masing.
Kelompok pendukung RUU LPM menafikan fakta-fakta diatas, lalu memaksakan argumen legal formal bahwa satu-satunya lambang yang sudah diakui sebagai Perhimpunan Nasional adalah PMI sehingga lambang Bulan Sabit Merah yang juga lambang identitas dalam Konvensi Jenewa dianggap ilegal. Masyarakat Indonesia sebagian besar belum mengetahui bahwa Bulan Sabit Merah merupakan lambang internasional kemanusiaan juga, yang timbul polemik adalah mengapa bila ada Palang Merah lalu mendelegitimasikan lambang Bulan Sabit Merah di Indonesia sementara kiprah keduanya tidak dapat dielakkan.
“ Hukum memang perlu ditegakkan tapi rasa keadilan masyarakat juga tidak dapat dinafikan “, begitu kata Presiden SBY saat menjelaskan kasus Bibit-Chandra setelah rekomendasi TPF diterima dan disikapi setelah satu pekan ditimbang masak-masak. Pidato tersebut mensiratkan bahwa dinamika yang terjadi dimasyarakat memberi andil besar terhadap supremasi hukum yang terjadi harus berjalan dengan penegakan hukum yang berkeadilan (law enforcement by justice). Keadilan bersumber dari pemenuhan jawaban atas pertanyaan nurani masyarakat, sudahkah selaras dengan azas kesetaraan (equality) dan complemented dengan fakta yang terjadi. Begitu pula Kasus Prita Mulyasari yang menyakiti keadilan masyarakat. Sebuah Email yang tersebar atas ketidakpuasan layanan RS Omni Internasional, Palu Godam Hukum memvonis Prita harus membayar 250 juta. Kontan masyarakat menggalang bantuan dengan koin sebagai bentuk perlawanan untuk Hukum yang tidak bernurani.
Bagi para penyokong RUU Lambang Palang Merah, mereka berdalih atas dasar Hukum formal. Berdasar Ratifikasi Konvensi Jenewa pada protokol III, ditambah Produk hukum ratifikasi lambang Palang Merah pada tahun 1960, dengan serta merta klaim bahwa satu negara satu lambang menjadi ikon untuk meng-ilegalkan (baca: mengharamkan) lambang Bulan Sabit Merah yang sudah eksis di Indonesia. Walau masih dapat diperdebatkan argumentasi legal formal diatas namun yang menjadi kunci adalah bahwa RUU Lambang Palang Merah mengusik rasa keadilan masyarakat yang merasakan terlibat atas eksistensi organisasi-organisasi yang menggunakan lambang Bulan Sabit Merah di Indonesia. Dua stakeholder dalam kelompok kepentingan atas lembaga yang menggunakan bendera Bulan Sabit Merah, pertama adalah Kelompok Recipient dan yang kedua adalah Kelompok Actor.
Kelompok Recipient merupakan penerima kemanfaatan atas eksistensi organisasi-organisasi berlambang Bulan Sabit Merah. Sebutlah Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) yang ‘baru’ berdiri pada tahun 2002 pasca reformasi sudah melanglang buana dalam misi kemanusiaan diberbagai negara seperti Irak, Libanon, Pakistan dan Palestina. Yang menjadi kunci adalah bila kata Indonesia disematkan dalam nama organisasi Bulan Sabit Merah menjadi Bulan Sabit Merah Indonesia hal ini berimplikasi membawa nama harum bangsa dan negara Indonesia plus bendera merah putih disandingkan pada dada kiri dan dan dada kanan setiap Relawan BSMI, ini meningkatkan pamor Indonesia di level internasional. Sebagai perwujudan civil society dimana BSMI merupakan NGO (Non Government Organization) atau yang akrab disebut LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) bila berlabuh di negara-negara konflik ataupun bencana, BSMI lepas dari sekat-sekat birokrasi layaknya Pemerintah yang lebih ‘lamban’ dalam sebuah action. Contoh riil, Jika Relawan BSMI berangkat ke Luar Negeri tidak terhambat dengan masalah ‘pendanaan’ karena mulai dari pemberangkatan hingga selama aksi dilapangan, diumumkan penggalangan donasi secara luas kepada masyarakat. Apa kata dunia bila ternyata terjadi pembredelan BSMI hanya karena lambangnya dianggap tidak sesuai peraturan ‘negara’.
Recipient didalam negeri dimana masyarakat luas mengenal BSMI dalam tiap aksi bencana dalam negeri maupun aksi sosial kesehatan tidak dapat dibantahkan lagi. Simbol-simbol Bulan Sabit Merah menancap permanen seperti RSU Bulan Sabit Merah Indonesia di Banda Aceh dan Pusat Pelayanan Kesehatan dan Rehabilitasi di Klaten-Yogyakarta pasca bencana gempa bumi/tsunami. Satu hal yang penting bahwa layanan BSMI bersifat universal, tidak membedakan suku, agama, kelompok dan ras dalam misi kemanusiaannya. Tidak ada dalam kamus bahwa Relawan BSMI ‘mesti’ berjilbab, apalagi tuduhan bahwa BSMI terkait dengan Parpol tertentu. Prinsip Kenetralan dan Kesemestaan menjadi batu pijakan BSMI. Bagi penerima layanan BSMI yang mengenal BSMI dengan baik bahkan masyarakat luas sekali pun dengan logika sederhana dapat berkata “kenapa mesti dilarang”. Sebuah lembaga dengan nama Bulan Sabit Merah Indonesia yang sudah berkiprah dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat menghadapi kenyataan bahwa BSMI dilarang karena ‘menggunakan’ lambang Bulan Sabit Merah. Ini sangat mengusik keadilan masyarakat. Akankah peraturan perundangan diketuk untuk melarang penggunaaan lambang Bulan Sabit Merah tetap dibiarkan, ini membuat publik menyayangkan hal tersebut.
Para pegiat kemanusiaan khususnya relawan-relawan yang menggunakan simbol-simbol Bulan Sabit Merah menganggap bahwa pelarangan penggunaaan lambang Bulan Sabit Merah tidak sesuai dengan azas keadilan, dimana ekspresi kemanusiaan dikekang ‘hanya’ karena sebuah RUU. Menjadi dilema ketika Pemerintah RI telah mengakomodasi lambang Palang Merah namun tingkatan formalitas hukumnya baru sampai level Keputusan Presiden yaitu Keppres No 25 tahun 1950 dan Keppres No 246 tahun 1963. Dan ‘ketiwasan’ Indonesia mendaftarkan sebagai anggota Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada Tahun 1950.
Yang menjadi fokus ketika Indonesia telah menetapkan Palang Merah sebagai Tanda Pengenal ‘resmi’ Negara, dan menjamurnya lembaga kemanusiaan dengan lambang Bulan Sabit Merah setelah era 90-an yang sejalan dengan hidupnya lembaga kemanusiaan berasaskan keagamaan serta pasca reformasi, maka stuasi yang terjadi adalah keadilan masyarakat yang berhadapan dengan formalitas hukum. Latar belakang pengajuan awal RUU LPM menghendaki bahwa Tentara/militer memerlukan payung hukum untuk melindungi dari serangan musuh pada saat perang atau dizona konflik. Pertanyaannya adalah apakah dibutuhkah produk hukum jika Tentara/militer Indonesia melaksanakan misi perdamaian jika di luar negeri atau dibawah payung PBB, yang justeru tentara kita menggunakan atribut PBB seperti huruf kapital ‘ UN ‘. Atau jika diwilayah konflik agama di Indonesia, apakah memang diperlukan logo ‘Palang’ sementara masyarakat Indonesia sudah mengenal seragam militer/tentara dengan lorengnya berwarna hijau atau tentara dengan senapan laras panjangnya dengan baret di kepalanya. Mengusik tentara berarti cari mati, sudah cukupkah tentara dengan atributnya untuk melindungi diri dari ‘musuh’ ataukah membutuhkan lambang Palang Merah.
Fakta pada waktu kerusuhan Ambon, Tual, Galela dan beberapa daerah Kerusuhan di tahun 1999 dan 2001 justeru relawan yang berlambang Bulan Sabit Merah-lah yang hadir dalam misi kemanusiaan disana. Atau misi kemanusiaan tentara kita di daerah konflik di Timur Indonesia seperti Papua perlukah lambang Palang Merah disematkan untuk ‘melindungi diri’ dari kelompok bersenjata yang anti Indonesia disana. Mari kita ambil kesimpulan masing-masing.
Kelompok pendukung RUU LPM menafikan fakta-fakta diatas, lalu memaksakan argumen legal formal bahwa satu-satunya lambang yang sudah diakui sebagai Perhimpunan Nasional adalah PMI sehingga lambang Bulan Sabit Merah yang juga lambang identitas dalam Konvensi Jenewa dianggap ilegal. Masyarakat Indonesia sebagian besar belum mengetahui bahwa Bulan Sabit Merah merupakan lambang internasional kemanusiaan juga, yang timbul polemik adalah mengapa bila ada Palang Merah lalu mendelegitimasikan lambang Bulan Sabit Merah di Indonesia sementara kiprah keduanya tidak dapat dielakkan.
Desember 7, 2009
Negara berlambang Palang melarang Simbol Agama
Sebuah Referendum dilakukan di Swiss pada Minggu, 29 November 2009 dimana referendum tersebut
dilakukan untuk menetapkan apakah Menara masjid dinegeri itu apakah
diperbolehkan atau tidak. Dan hasilnya adalah bahwa Menara masjid yang
biasa digunakan untuk mengumandangkan Adzan kepenjuru arah akhirnya
dilarang (vivanews.com).
Mayoritas rakyat Swiss yang ikut pemungutan suara mendukung larangan pembangunan menara masjid (57 %), larangan tersebut berimplikasi bahwa syiar dakwah Islam ni negara yang berlambang Salib ini dikekang. Menara masjid dengan pengeras suaranya sebagai simbol Agama Islam merupakan syiar untuk mengumandangkan adzan dan dipakai juga untuk menyebarluaskan acara-acara kegiatan peribadatan kaum muslim seperti ceramah dan lantunan suci ayat Quran.
Masyarakat internasional mengecam referendum di Swiss yang melarang pembangunan menara mesjid baru dan menyebutnya sebagai manifestasi dari kebencian agama. Bahkan para pemimpin agama Yahudi selama konferensi yang berlangsung pada Kamis (3/12/2009) di ibukota Rusia Moskow, yang dihadiri oleh sekitar 800 rabi dari lebih 40 negara, mereka menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya permusuhan terhadap agama di Swiss dengan adanya referendum tersebut (islamonline.com).
Sementara penolakan juga terjadi di Vatikan, Presiden Dewan Kepausan untuk Migran, Monsignor Antonio Maria Filho menyatakan sepakat dengan garis yang diadopsi oleh keuskupan Swiss, yang menyatakan keprihatinan mendalamnya pada apa yang mereka sebut sebagai “sebuah pukulan keras untuk kebebasan beragama dan penyatuan secara umum.”
Perlu diketahui bahwa refrendum itu dimotori oleh Partai sayap kanan dan partai terbesar Swiss, Partai Rakyat Swiss (SVP) yang menggerakkan masyarakat untuk menandatangani petisi menolak simbol simbol Islam. Swiss seharusnya mempertanyakan apakah mereka masih menegakkan hak asasi manusia, kebebasan sipil, serta demokrasi yang selama ini dijunjung tinggi bangsa Eropa. Swiss yang berjasa menyebarkan lambang bendera yang bergambar Palang menjadi simbol Palang Merah Internasional (ICRC) justeru menjadi Negara yang menjadi Pengancam kebebasan beragama.
Moga tidak terjadi juga di Indonesia bahwa hadirnya RUU Lambang Palang Merah juga melarang penggunaan Lambang Bulan Sabit Merah. Jika di Swiss Menara masjid terkait dengan Kebebasan beragama Islam dalam menjalankan kepercayaannya, maka lambang Bulan Sabit Merah justeru digunakan oleh lembaga-lembaga Kemanusiaan yang berkiprah dalam melayani umat.
RUU Lambang Palang Merah kini masuk kembali dalam Program Legislasi Nasional tahun 2010 urutan ke 30 ( sumber: Baleg DPR RI), sebuah tantangan kembali dalam penegakan kebebasan HAM dan Demokrasi.
Mayoritas rakyat Swiss yang ikut pemungutan suara mendukung larangan pembangunan menara masjid (57 %), larangan tersebut berimplikasi bahwa syiar dakwah Islam ni negara yang berlambang Salib ini dikekang. Menara masjid dengan pengeras suaranya sebagai simbol Agama Islam merupakan syiar untuk mengumandangkan adzan dan dipakai juga untuk menyebarluaskan acara-acara kegiatan peribadatan kaum muslim seperti ceramah dan lantunan suci ayat Quran.
Masyarakat internasional mengecam referendum di Swiss yang melarang pembangunan menara mesjid baru dan menyebutnya sebagai manifestasi dari kebencian agama. Bahkan para pemimpin agama Yahudi selama konferensi yang berlangsung pada Kamis (3/12/2009) di ibukota Rusia Moskow, yang dihadiri oleh sekitar 800 rabi dari lebih 40 negara, mereka menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya permusuhan terhadap agama di Swiss dengan adanya referendum tersebut (islamonline.com).
Sementara penolakan juga terjadi di Vatikan, Presiden Dewan Kepausan untuk Migran, Monsignor Antonio Maria Filho menyatakan sepakat dengan garis yang diadopsi oleh keuskupan Swiss, yang menyatakan keprihatinan mendalamnya pada apa yang mereka sebut sebagai “sebuah pukulan keras untuk kebebasan beragama dan penyatuan secara umum.”
Perlu diketahui bahwa refrendum itu dimotori oleh Partai sayap kanan dan partai terbesar Swiss, Partai Rakyat Swiss (SVP) yang menggerakkan masyarakat untuk menandatangani petisi menolak simbol simbol Islam. Swiss seharusnya mempertanyakan apakah mereka masih menegakkan hak asasi manusia, kebebasan sipil, serta demokrasi yang selama ini dijunjung tinggi bangsa Eropa. Swiss yang berjasa menyebarkan lambang bendera yang bergambar Palang menjadi simbol Palang Merah Internasional (ICRC) justeru menjadi Negara yang menjadi Pengancam kebebasan beragama.
Moga tidak terjadi juga di Indonesia bahwa hadirnya RUU Lambang Palang Merah juga melarang penggunaan Lambang Bulan Sabit Merah. Jika di Swiss Menara masjid terkait dengan Kebebasan beragama Islam dalam menjalankan kepercayaannya, maka lambang Bulan Sabit Merah justeru digunakan oleh lembaga-lembaga Kemanusiaan yang berkiprah dalam melayani umat.
RUU Lambang Palang Merah kini masuk kembali dalam Program Legislasi Nasional tahun 2010 urutan ke 30 ( sumber: Baleg DPR RI), sebuah tantangan kembali dalam penegakan kebebasan HAM dan Demokrasi.
November 17, 2009
Dukungan Menteri Dukungan Institusi
Dua institusi telah merapat mendukung BSMI, tidak tanggung-tanggung Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan Departemen Sosial RI. keduanya merupakan Departemen yang memiliki jejaring hingga tingkat kabupaten/Propinsi.
Depkumham RI yang periode lalu di DPR mengusulkan pembredelan lambang Bulan Sabit Merah atas sokongan kelompok RUU Lambang Palang Merah kini berbalik mendukung BSMI. Perubahan ini terjadi atas kiprah BSMI yang semakin mendapat pengakuan baik de facto maupun de jure. Bahkan BSMI resmi diakui merupakan badan Perhimpunan yang terdaftar dah disahkan dibawah Depkumham RI. Kiranya tidak salah bila Hak Asasi Manusia bersanding dengan Hukum. Hukum harus menjamin kebebasan Hak Asasi, mengatur dan melindungi bahkan kebebasan pengunaan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai ekspresi kemanusiaan warga harus diakomodir. Kepentingan Bangsa Indonesia harus diatas kepentingan kelompok dan wajib menggusur kepentingan asing yang dapat mengganggu stabilitas, persatuan dan kesatuan komponen masyarakat.
Departemen Sosial RI mengetahui benar akan solidaritas berbangsa dan bernegara merupakan buah dari rasa kesetiakawanan dan bagaimana keselarasan hubungan intra dan antar masyarakat serta masyarakat dengan Negara bersinergi membentuk perpaduan yang dinamis menjunjung masyarakat yang Madani. Ketika kapasitas kelembagaan lokal kuat, dan didukung oleh kekuatan modal sosial serta pengakuan atas eksistensi aksi kemanusiaan, maka lambang-lambang yang lahir oleh hasrat bantuan sosial dan pelayanan sosial dari masyarakat Indonesia tidak dapat dinafikan identitas-identitas atas simbol-simbol Bulan Sabit Merah. Kenetralan dan ke-universal-an secara otomatis lahir dengan kesetaraan dan anti diskriminasi atas sebuah pengabdian dalam kemanusiaan bagi siapaun penerima layanan.
Insya Allah, perlahan tapi pasti, para pengambil kebijakan akan sedikit menoleh bahwa di Negeri Indonesia yang begitu beragam dan kaya akan kultur serta budaya melihat kiprah-kiprah kemanusiaan yang dilakukan oleh Bulan Sabit Merah Indonesia dan mengakuin serta tidak dapat dipungkiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar